Minggu, 07 September 2008

Anak Bekas Narapidana

MASALAH TUNA SUSILA DAN PENANGGULANGAN

BEKAS NARAPIDANA

Berbicara tentang Bekas Narapidana adalah berbicara tentang sosok yang pernah mengalami menjadi narapidana.
Untuk itu pengertian Narapidana haruslah diungkapkan lebih dahulu. Seorang Narapidana sudah barang tentu seseorang yang sudah mengalami proses Penangkapan, Penahanan, Terpidana dan kemudian menjadi Narapidana karena telah melakukan pelanggaran hukum. Kesemuanya dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum Negara yang berwenang untuk hal tersebut seperti Polisi, Jaksa dan Pengadilan yang berkaitan dengan Hakim..

Definisi Penangkapan berarti perbuatan menawan seseorang karena dituduh melakukan suat pelanggaran atau dengan tindakan seorang penguasa (Kumpulan Prinsip-Prinsip untuk Perlindungan semua Orang yang Berada dibawah Bentuk Penahanan Apapun atau Pemenjaraan, Res. PBB No. 43/173 tahun 1988).
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh enyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur oleh UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di Rumah Tahanan Negara atau tempat tertentu (UU No 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Orang yang ditahan berarti setiap orang yang dirampas kebebasan pribadinya kecuali sebagai akibat hukuman karena suatu pelanggaran ( Kumpulan Prinsip-Prinsip untuk Perlindungan Semua Orang yang Berada di bawah Bentuk Penahanan Apapun atau Pemenjaraan, Res. PBB No. 43/173 tahun 1988)

Orang yang dipenjara berarti siapa pun yang dirampas kebebasan pribadinya sebagai akibat hukuman karena suatu pelanggaran (Kumpulan Prinsip-Prinsip untuk Perlindungan Semua Orang yang Berada di bawah Bentuk Penahanan Apapun atau Pemenjaraan, Res. PBB No. 43/173 tahun 1988)

Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana)

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan).

Dengan demikian Narapidana yang sudah mengalami proses mulai dari penangkapan, penahanan, di penjara, terpidana dan menjadi narapidana karena melakukan pelanggaran hukum sudah barang tentu mempunyai pengalaman yang baik maupun yang tidak baik dari sesama penghuni lembaga pemasyarakatan maupun dari pihak Lembaga pemasyarakatan yang sudah barang tentu sangat membekas bagi narapidana tersebut.

Seperti sama-sama kita ketahui bahwa sistim pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan dalam hal ini narapidana agar dapat berintegrasi secara sehat dengan mashyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Sistim pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas pengaoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan pembimbingan, penghormaan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu merupakan sistim pembinaan pemayarakatan yang sangat ideal yang tentunya seringkali pelaksanaannyasering terjadi justru yang sebaliknya.

Dibawah ini adalah contoh kasus penodongan dan mengakibatkan luka dari seorang narapidana anak. Khusus bagi anak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perlakuan terhadap mereka harus berbeda dengan perlakuan terhadap orang dewasa. Anak sebagai narapidana disebut juga sebagai Anak yang berkonflik dengan Hukum. Anak sebagai pelaku harus dilihat juga sebagai korban karena dalam hal ini anak dilihat sebagai manusia yang belum matang baik secara fisik maupun mental sehingga mereka sangat mudah dipengaruhi atau dimanupilasi sehingga berhadapan dengan hukum Selain itu mereka dianggap masih jauh lebih mudah untuk dapat dirubah sesudah mengalami bimbigan dan masih memiliki masa depan yang panjang.

“ Saya Adi (bukan nama sebenarnya) Usia 17 tahun. Terakhir sebelum ditangkap saya sekolah STM. Ayah saya bekerja sebagai buruh bangunan. Saya diputus hukuman 10 bulan penjara. Kejadiannya ketika saya naik bis, tiba-tiba ada petugas angkatan bersenjata yang menodongkan pistolnya ke pelipis saya dan menarik turun lalu saya dibawa ke salah satu polsek dan ditayai tentang peristiwa penodongan tasi siang. Saya mengaku terus terang atas peristiwa tersebut tapi saya tetap saja memperoleh tindak kekerasa dari pihak polisi. Saya ditahan selama 17 hari dan saat dibverbal (istilah yang biasa dipakai anak-anak dan orang dewasa untuk menunjukkan kegiatan diinterogasi yang dilakukan polisi dalam rangka pembuatan BAP). Sebenarnya saya bisa saja bebas tapi saya diberikan syarat untuk memberikan sejumlah uang. Pengalaman di polsek tersebut adalah karena kantornya baru dibangun disana tidak ada tempat penmpungan tahanan. Selain saya ada juga tahanan lain yang seusia saya. Kami berdua kalau malam tidur di kolong meja dengan tangan diborgol. Sehari-hari kami hana ditaruh di ruangan petugas dengan tangan diborgol. Kemudian saya di pindah ke Polres dan ditahan di sana selama 52 hari baru kemudian saya masuk ke LAPAS.. ( dari Kegiatan Kelompok Relawan Pengabdian Masyarakat Jurusan Kriminologi FISIP UI, 1999)

Kasus diatas hanya merupakan salah satu contoh kasus yang ada dan sudah barang tentu sangat membekas bagi si anak dalam menghadapi kasusnya. Dapat kita lihat misalnya bahwa penahanan anak pada satu sel yang sama dengan orang dewasa pada hakekatnya akan merugikan perkembangan anak, telebih lagi apabila pada saat pemeriksaan kepolisian satatus anak masih sebagai tersangka. Banyak lagi kasus-kasus lain yang lebih buruk dan tentunya lagilagi berdampak bagi masa depan si anak.

Perlu mendapat catatan bahwa penanggulangan bekas narapidana tidak bisa dilepaskan dari masa mereka menjalani masa pidana mereka di penjara / LAPAS. Dengan demikian ada hal-hal yang harus diatasi terlebih dalam konteks anak yang menjadi narapidana antara lain : .

Setiap narapidana termasuk anak harus secepatnya memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain yang layak dan juga menggugat keabsahan perampasan kemerdekaannya di depan pengadilan
Di penjara harus mempunyai dokumentasi yang akurat dan tersimpan dengan baik mengenai data narapidana termasuk narapidana anak
Akomodasi dan fasilitas yang baik di Lapas baik fisik maupun sarana-sarana lainnya
Memperoleh hak untuk kesehatan dan sanitasi yang baik
Mempunyai hak untuk mengajukan permohonan dan keluhan kepada pengawas lapas
Diperkenankan dibawah pengawasan untuk berkomunikasi deengan keluarga dan teman-teman baik mereka yang bukan saja dengan korespondensi tetapi juga dengan menerima kunjungan
Sebelum selesainya hukuman perlu diambil tindakan-tindakan untuk menjamin bagi narapidana suatu pengembalian secara bertahap pada keidupan dalam masyarakat. Sasaran ini mungkin dapat dicapat dan tergantung pada kasus nya dengan suatu pengaturan pra-pembebasan yang diorganisir dalam lembaga yang sama atau pada lembaga lain yang tepat atau dengan pembebasan percobaan dibawah beberapa macam pengawasan yang tidak boleh dipercayakan kepada polisi tetapi harus digabung dengan bantuan sosial yang efektif.
Khusus bagi anak sekalipun di lapas mereka mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan maupun keterampilan sesuai dengan kebutuhan anak.

Khusus bagi petugas antara lain:

petugas harus berkualitas dan mencakup jumlah cukup spesialis seperti pendidik, instruktur keterampilan, penasihat, pekerja sosial, psikolog mapun psikiater yang mana mereka harus dipekerjakan secara tetap. Juga harus menggunakan semua sumber dan bentuk bantuan pemulihan, pendidikan, moral dan spiritual sesuai kebutuhan narapidana.
Rekrutment yang baik untuk setiap tingkat dan jenis petugas untuk dapat meningkatkan kemampuan dan kesanggupan profesional
Untuk itu harus dipikirkna pembayaran upah yang memadai
Petugas harus mendapatkan pelatihan termasuk standar-standar seta norma-norma hak asasi manusia termasuk hak anak untuk narapidana anak

Dengan demikian apa yang mereka peroleh di lapas dan persiapan untuk dikembalikan ke masyarakat akan meminimalkan masalah sosial baik dalam ruang lingkup yang mikro maupun makro.

Sesudah mereka kembali ke masyarakat dibutuhkan juga hal-hal :

adanya satu badan untuk memonitor keadaan bekas narapidana tersebut terlebih bagi bekas narapidana anak. Sejauh mana mereka dapat beradaptasi di masyarakat. Tidak semua bekas narapidana dengan mudahnya dapat dikembalikan ke masyarakat. Perlu menjadi catatan seringkali mereka mendapat labeling ”bekas narapidana” yang mempersulit mereka untuk kembali ke masyarakat
Secara khusus bagi anak yang belum tentu jalan keluar terbaik adalah kembali ke keluarga, harus diupayakan penempatan mereka demi kepentingan terbaik bagi mereka sesuai dengan salah satu dasar prinsip konvensi hak anak.
Bekas narapidana harus dapat mengambil manfaat dari peraturan-peraturan yang dirancang untuk membantu mereka kembali ke masyarakat, kehidupan keluarga, pendidikan atau pekerjaan setelah pembebasan. Prosedur-prosedur termasuk pembebasan dini dan kursus-kursus khusus untuk tujuan tersebut.

Untuk itu Lapas tidak dapat berdiri sendiri. Harus ada koordinasi dengan sektor lain ketika mereka bebas dari Lapas sehingga mereka masih dapat terdeteksi dan dilakukan sesuatu ketika menghadapi kendala atau masalah ketika kembali ke dalam masyarakat.


Magdalena Sitorus
Komisioner KPAI
Ketua Rekan Anak dan Perempuan

Tidak ada komentar: